Yose Rizal Damuri Direktur Eksekutif Center for Strategic and International Studies (CSIS) mengatakan, Indonesia harus bisa memanfaatkan momentum perekonomian global yang sedang kurang kondusif.
Dia memprediksi, ekonomi dunia akan menghadapai perfect storm akibat resesi global serta krisis pangan dan energi.
“Indonesia harusnya memanfaatkan momentum. Sayangnya selama ini, kita suka telat memanfaatkan momentum,” ujarnya di Jakarta, Rabu (28/9/2022).
Menurutnya, salah satu bentuk memanfaatkan momentum krisis global adalah menarik investasi luar negeri ke Tanah Air. Untuk itu, Indonesia harus menjaga stabilitas iklim investasi dan usaha di tengah ketidakpastian global.
“Harus konsisten melakukan perbaikan iklim usaha dan iklim investasi. Sehingga, Indonesia punya daya tarik, daya saing lebih di antara negara-negara yang saat ini sedang bermasalah,” imbuh Rizal.
Kemudian, Pemerintah perlu mempunyai instrumen kebijakan makro yang adaptif. Dia mengambil contoh ketika suku bunga diperlukan naik, maka Bank Sentral dan Pemerintah juga harus cepat merespons.
Begitu juga kalau suku bunga diperlukan turun untuk menjaga pertumbuhan, Bank Sentral dan Pemerintah juga harus cepat melakukannya.
“Pertama, tentunya mempunyai kebijakan ekonomi makro, moneter, dan fiskal yang cukup bisa adaptif,” ungkapnya.
Pemerintah, sambung Rizal, juga harus menjaga kepercayaan masyarakat. Hal itu penting supaya konsumsi domestik terjaga dan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi.
Perekonomian Indonesia, kata Rizal, lebih banyak tergantung dari konsumsi domestik yang mencapai 55 persen dari perekonomian. Hal itu juga yang membuat Indonesia relatif mampu bertahan dari gejolak perekonomian dunia.
“Pemerintah harus menjaga kepercayaan masyarakat yang sekarang ini cukup tinggi. Sehingga, konsumsi domestik masih bisa cukup mendorong perekonomian,” tegasnya.
Lebih lanjut, Rizal mendorong Pemerintah meneruskan reformasi struktural untuk membuat iklim usaha dan investasi Indonesia semakin menarik.
“Yang paling penting melanjutkan reformasi struktural, terutama perbaikan kebijakan-kebijakan. Salah satu yang sudah dilakukan adalah menerbitkan Omnibus Law Cipta kerja,” sebutnya.
Di sisi lain, dia melihat investasi global tengah turun. Sehingga, semakin menjadi rebutan banyak negara. Kalau mampu membuktikan sebagai tujuan investasi yang layak dan menarik, maka Indonesia akan mendapat keuntungan dari badai krisis global.
“Investasi global sedang turun, jadi rebutannya semakin banyak. Tapi, kalau Indonesia lebih stabil dari sisi ekonomi makro, inflasi terjaga, dunia usaha menarik, maka Indonesia bisa jadi lebih baik dari negara tersebut,” tutur Rizal.
Sebelumnya, Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi mengingatkan seluruh elemen baik Pemerintah mau pun masyarakat mewaspadai besarnya dampak ekonomi akibat gelombang resesi global yang tengah melanda dunia.
Sementara, Airlangga Hartarto Menteri Koordinator bidang Perekonomian menyebut perekonomian global akan berhadapan dengan the perfect storm atau 5C yaitu Covid-19, Conflict Rusia-Ukraina, Climate Change, Commodity Prices, dan Cost of Living.
Ketua Umum Partai Golkar itu menilai, salah satu sektor kunci menghadapi terpaan krisis global adalah industri pangan. Dia bilang, ketersediaan pangan yang mudah dijangkau berbagai pihak mampu menjaga stabilitas ekonomi nasional.
Teguh Dartanto Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia menilai, masyarakat Indonesia sudah berpengalaman melewati berbagai krisis.
Hebatnya lagi, masyarakat Indonesia punya kebiasaan bisa membangun jaring pengaman sosial secara natural.
“Masyarakat Indonesia memiliki pengalaman panjang dan pernah melewati berbagai krisis ekonomi khususnya 1998, dan krisis akibat Covid-19. Pengalaman itu mendorong masyarakat mampu memitigasi berbagai gejolak. Masyarakat kita memiliki modal sosial seperti pengajian, kegiatan masyarakat, kegiatan keagamaan, kegiatan olahraga, dan arisan. Sehingga, mereka bisa saling membantu satu dengan lainnya. Dengan kata lain modal sosial mendorong terbentuknya jaring pengaman sosial di level masyarakat,” ucapnya.
Dia menambahkan, perekonomian Indonesia sebagian besar bersifat informal dan tidak tercatat. Walau potensinya bersifat subsisten, justru sektor-sektor itu yang jadi tumpuan masyarakat pada masa krisis.
Selain kekuatan masyarakatnya, Pemerintah juga melakukan extra effort untuk menjaga inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Tapi, ada sejumlah catatan dari Teguh untuk memperkuat perekonomian nasional.
“Dalam konteks perfect storm kondisi global, selain bekerja mengendalikan inflasi, Pemerintah harus memperkuat perekonomian domestik. Indonesia memiliki pasar yang cukup besar. Sehingga, optimalisasi peran ekonomi domestik bisa menyerap dampak negatif dari gejolak perekonomian global,“ jelasnya.
Perananan pemerintah daerah dan pemerintah desa, sambungnya, harus lebih dioptimalkan dalam mendorong perekonomian daerah.
“Dana desa merupakan instrumen yang cukup efektif untuk mendorong aktivitas perekonomian lokal. Dana desa tahun depan bisa ditambah besarannya supaya perekonomian desa dan daerah terus menggeliat,” saran Teguh.
Tentang krisis global, gejolak harga energi, harga pangan dan juga penurunan permintaan barang ekspor Indonesia tentu akan tertransmisi ke perekonomian domestik. Namun kata Teguh, tidak akan terlalu signifikan.
“Dampaknya tidak serta merta karena Indonesia selalu lag behind karena rendahnya integrasi perekonomian Indonesia dalam global value chain (GVC). Rendahnya Indonesia dalam GVC bisa membuat perekonomian Indonesia relatif resilien dari berbagai guncangan,” tandasnya.(rid/ipg)